Negara Pecahan Uni Soviet dan Kebijakan Anti Islam
FAKTA.COM, Jakarta - Tajikistan, negara pecahan Uni Soviet yang mayoritas penduduknya Muslim, baru-baru ini memberlakukan undang-undang yang melarang jilbab.
Kebijakan yang didukung oleh pemerintahan Presiden Emomali Rahmon, merupakan bagian dari strategi yang lebih luas yang diklaim pemerintah bertujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya nasional dan memerangi ekstremisme.
Selain Tajikistan, ada lima negara lain di wilayah ini yang memiliki penduduk mayoritas muslim. Tiga di antaranya juga membatasi identitas keislaman, seperti hijab, yaitu Azerbaijan, Kazakhstan, dan Kirgizstan.
Mengapa negara-negara pecahan Uni Soviet membentuk kebijakan Anti Islam?
Didirikan pada tahun 1922 sebagai konfederasi Rusia, Belarus, Ukraina, dan Transkaukasia (terdiri dari Georgia, Azerbaijan, dan Armenia), Uni Republik Sosialis Soviet (USSR). Hampir 130 kelompok etnis mendiami negara yang luas itu, yang membentang di 11 zona waktu.
Uni Soviet mendominasi panggung dunia selama hampir 70 tahun. Negara ini bertempur bersama sekutu dalam Perang Dunia II. Di bawah Stalin, negara ini mengamankan lingkup pengaruh politik yang membentang di seluruh dunia.
Uni Soviet juga meluncurkan manusia pertama ke luar angkasa dan menjadi salah satu negara adikuasa teratas di dunia. Namun, pada tanggal 31 Desember 1991 di bawah pimpinan Mikhail Gorbachev, kekaisaran komunis ini runtuh dan akhirnya berkembang menjadi 15 republik.
Dilansir di Center for International Studies, Institut Ilmu Politik Paris (Sciences Po), disebutkan bahwa di Rusia, Kaukasus, dan lima republik Asia Tengah, otoritas politik dan agama yang menjalankan Islam setiap hari menentang apa yang mereka sebut sebagai "Islam yang buruk".
Dengan ungkapan ini, mereka menunjukkan pemahaman tentang Islam yang dicirikan sebagai sesuatu yang sangat menentang tatanan sekuler Soviet, yang tidak menerima atau tunduk pada perintah negara yang berusaha memaksakan visinya sendiri.
Bagi Soviet, Islam cenderung dipandang sebagai kekuatan sosial yang berbahaya, dan ancaman bagi kekuasaan mereka. Jadi, Islam adalah sesuatu yang perlu dikelola dengan ketat, menurut Eurasianet.
Pandangan yang bercabang tentang Islam ini masih berlanjut hingga kini di antara banyak anggota pemerintahan di seluruh wilayah, bahkan 33 tahun setelah runtuhnya Uni Soviet.
Mayoritas Muslim, Mengapa Tajikistan Larang Hijab?Kebijakan Anti Islam di Tajikistan
Dengan jumlah penduduk mencapai 9.952.790 jiwa (World Bank, 2022), Tajikistan memiliki populasi muslim sebanyak 97,50%.
Larangan hijab yang baru-baru ini disahkan di parlemen, dipandang sebagai cerminan dari garis politik yang dijalankan oleh pemerintahan presiden seumur hidup Emomali Rahmon sejak tahun 1997. Pemerintah Tajikistan sebelumnya telah mengeluarkan 35 tindakan terkait agama.
Secara tidak resmi, Pemerintahan Rahmon juga memberlakukan berbagai kebijakan Anti Islam, seperti janggut. Beberapa laporan menyatakan bahwa penegak hukum telah mencukur paksa pria yang berjanggut lebat, yang dipandang sebagai tanda potensial dari pandangan agama ekstremis seseorang.
Para pendukung larangan tersebut berpendapat bahwa larangan tersebut diperlukan untuk memerangi ekstremisme dan menjaga integritas budaya. Namun, para kritikus memandangnya sebagai pelanggaran terhadap kebebasan pribadi dan hak beragama. Mereka khawatir larangan tersebut dapat semakin meminggirkan komunitas Muslim dan memicu keresahan.
Komentar (0)
Login to comment on this news