Fragmentasi Global, Antara Krisis Keuangan dan Ketidakpercayaan Antarnegara

Menkeu, Sri Mulyani Indrawati. (Dokumen Kemenkeu)
Place your ads here

FAKTA.COM, Jakarta - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengungkapkan bahwa fragmentasi memiliki makna sebagai cara/jalan untuk membelah menjadi beberapa bagian. Kata fragmentasi ini sekarang sering digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan kondisi dunia terbaru.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan fenomena fragmentasi mulai terdeteksi saat terjadi krisis keuangan global pada 2018. Saat itu, sejumlah negara yang kemudian memilih pendekatan “melihat ke dalam” untuk mengutamakan kepentingan nasionalnya.

“Banyak negara menggunakan kebijakan fiskal dan moneternya untuk mengurangi dampak dari krisis keuangan global, yang sebenarnya berasal dari negara maju tapi ini telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan di negara berkembang,” ujarnya dalam forum The 12th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) yang dipantau secara virtual, Rabu (6/11/2023).

Pemerintah Siapkan Rencana Antisipasi di Tengah Tren Perlambatan Global

Menurut Menkeu, situasi itu belum benar-benar pulih dan pandemi COVID-19 kemudian melanda pada 2020. Tentu saja ini menjadi shock lain bagi dunia.

“Dan lagi, kita mengunakan instrumen fiskal dan moneter untuk melindungi ekonomi serta masyarakat. Kita benar-benar menggunakan keduanya dalam situasi yang benar-benar baru,” kata dia.

Menkeu menjelaskan, situasi yang berkembang sekarang turut pula dipengaruhi oleh sentimen geopolitik serta kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelegent/AI).

“Ini yang membuat fragmentasi menjadi kuat karena tiba-tiba kita dikategorikan, seperti Anda adalah teman saya atau Anda bukan lagi teman saya. Jadi itulah alasan mengapa sekarang membuat perdagangan dan investasi menjadi sangat berdinamika,” ucap Sri Mulyani.

Memahami Dinamika Global dan Dampak Rambatannya ke Ekonomi RI

Disebutkan bahwa fragmentasi global menjadi tantangan besar bagi kelangsungan paradigma multilateralisme. Setidaknya itu bisa dipahami dalam dua poin. Pertama, fragmentasi global menjadi sumber utama peningkatan ketidakpercayaan antarnegara.

Kedua, dengan menempatkan kepentingan individu dan nasionalis di atas kepentingan kolektif negara-negara, maka akan timbul risiko keruntuhan struktur tata kelola global.

“Indonesia selalu senang untuk bisa menjadi bagian dari komunitas global dan berkerja bersama dengan institusi internasional untuk membuat masa depan yang lebih baik bagi semua,” kata Menkeu Sri Mulyani.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Infografis
//