IHSG, Tekanan Asing, dan Sentimen Pemilu 2024
FAKTA.COM, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah melemah 1,99% secara year to date hingga 26 Oktober 2023. Pada periode ini, IHSG berada di level 6.714,52.
Pelemahan IHSG sejalan dengan aksi jual bersih (net sell) investor asing. Nilainya sudah mencapai Rp11,07 triliun.
Namun, pelemahan IHSG didorong beberapa faktor lainnya. Seperti diungkapkan pengamat pasar modal Alfred Nainggolan.
Alfren menjelaskan, pemicu utama pelemahan IHSG disebabkan oleh pergeseran ekspektasi pasar terhadap level suku bunga. Ditambah lagi dengan perang di Timur Tengah dan Eropa Timur.
Wacana Duet Prabowo-Ganjar Sentimen Positif Pasar SahamMenurut dia, sebelumnya ekspektasi pasar pada akhir tahun atau awal tahun suku bunga mulai akan turun.
“Namun jika melihat rapat The Fed (Bank Sentral AS The Federal Reserve) yang mempertahankan sikap hawkish membuat bunga sulit untuk turun sampai akhir tahun,” ujarnya kepada Fakta.com, dikutip Jumat (27/10/2023).
Alfred menyebut, situasi itu kemudian berdampak pada kenaikan yield US treasury yang signifikan pada pertengahan Agustus dengan menyentuh rekor tertinggi sejak 2007. Dalam pandangannya, kondisi ini membebani pasar saham sehingga banyak investor mengurangi porsi aset berisiko termasuk pasar saham emerging market seperti Indonesia.
“Aksi jual asing di pasar modal cukup signifikan terjadi pada Agustus mencapai Rp20 triliun dan berlanjut hingga saat ini. Aksi jual juga terjadi pada instrumen SBN yang sudah terjadi sejak Agustus sampai sekarang. Sehingga, aksi jual asing tersebut menjadi sentimen penekan nilai tukar rupiah,” tuturnya.
Di pasar saham, setelah terus membukukan beli bersih pada 2021-2022, tahun ini asing semakin menegaskan diri keluar dari pasar. Bahkan, hingga 26 Oktober 2023, nilainya telah mencapai Rp11,07 triliun.
Alfred menyampaikan pula bahwa pada saat ini Indonesia tengah menanti event besar pemilu 2024. Dia beranggapan pesta demokrasi tersebut menjadi sentimen pemberat tambahan di tengah sentimen makro/eksternal yang juga dalam tekanan.
“Dengan kondisi eksternal (makro) seperti saat ini, event pemilu menjadi penguat konfirmasi untuk aksi wait and see pelaku pasar. Jadi faktor asing net sell lebih kepada kondisi makro (eksternal) bukan karena faktor pemilu,” tegasnya.
Alfred menambahkan, dari dua resiko besar tersebut, Indonesia sebenarnya relatif aman dibandingkan negara lainnya khususnya emerging market sehingga outlook ekonomi Indonesia menjadi terlihat lebih baik.
Disebutkan bahwa titik ini para emiten juga masih akan tumbuh seperti sektor perbankan, konsumsi, energi dan telekomunikasi. Jadi, sambung dia, potensi koreksi saham dalam jangka pendek akan berasal dari sentimen pasar yang sifatnya sistemik (semua emiten terdampak).
“Dalam jangka pendek, IHSG tidak akan bisa tidak terdampak dari sentimen global. Artinya, perkiraan kami meskipun ada sentimen positif dari musim publikasi performa emiten di kuartal III 2023, namun faktor eksternal lebih kuat men-drive IHSG dalam jangka pendek. Berharap momen selesainya pilpres yang diharapkan berjalan kondusif bisa berbarengan dengan mulai dilakukannya penurunan suku bunga,” kata dia.
Jika Rupiah Tembus Rp16.000, Bunga Acuan Bakal Naik LagiSenada, pengamat pasar modal, Lanjar Nafi mengungkapkan bahwa pelemahan IHSG belakangan ini cenderung dipengaruhi oleh sisi eksternal Menurutnya, dinamika ekonomi dan pasar keuangan dunia menjadi faktor yang paling dominan. Dia pun menampik jika riuh pemilu 2024 menjadi sentimen tersendiri dari pelandaian ISHG.
“Untuk momentum pesta demokrasi seharusnya tidak ada yang sangat signifikan mempengaruhi pasar,” ujar dia kepada Fakta.com.
Meski begitu, pergerakkan IHSG cukup fluktuatif sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pada 19-25 Oktober 2023. IHSG bergerak dari level 6.846,43 menjadi 6.834,39.
Lanjar menjelaskan, jika pelemahan IHSG perlu dilihat dari kacamata yang komprehensif. Disebutkan jika tensi geopolitik yang semakin melebar di Timur Tengah membuat investor global cenderung antisipasi. Hal ini menimbulkan aset ‘surga’ melonjak permintaannya seperti emas dan dolar AS.
“Sehingga rupiah pun terkena imbas negatif dan membuat kepercayaan investor pada saham di Indonesia menurun dan menyebabkan aksi jual investor asing serta domestik,” tuturnya.
Lanjar menambahkan, rupiah yang semakin melemah juga meningkatkan spekulasi bahwa Bank Indonesia akan kembali menaikan suku bunga untuk mengintervensi.
“Tentu spekulasi itu merupakan sentimen yang negatif untuk pasar saham maupun obligasi di Tanah Air,” imbuhnya.
Ke depan, dia meyakini arah IHSG akan tergantung dari sentimen global dengan potensi apabila tensi geopolitik mulai mereda akan menjadi titik balik pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan.
Komentar (0)
Login to comment on this news