Senjata Andalan Penangkal Isu Deindustrialisasi
FAKTA.COM, Jakarta - Isu deindustrialisasi menjadi momok bagi pemerintah. Pasalnya, jika ini terjadi, maka Indonesia masih akan terjebak dalam middle income trap.
Guna menangkis isu itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kembali mengeluarkan 'senjata' andalannya. Adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur hasil rilisan S&P Global.
Dalam keterangan tertulis, Selasa (1/7/2023), tercatat PMI Manufaktur Indonesia sudah kembali naik ke level 53,3. Angka ini menjadi level tertinggi sejak September 2022 yang mencapai 53,7.
"Ekspansi PMI manufaktur kita juga konsisten selama 23 bulan berturut-turut," ujar Agus.
Kondisi seluruh sektor industri manufaktur di Indonesia kembali menguat pada bulan Juli, didukung oleh peningkatan permintaan. Pertumbuhan permintaan baru yang lebih cepat dan efisiensi ini menyebabkan peningkatan tajam pada aktivitas produksi di awal kuartal ketiga.
Agus juga memaparkan optimisme para pelaku industri terhadap produksi dalam setahun ke depan. Secara umum, perusahaan meyakini bahwa penjualan akan meningkat seiring dengan makin membaiknya kondisi ekonomi.
Hal ini juga senada dengan mayoritas responden IKI (66,1%) yang optimis terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan. "Maka, Indonesia tidak mengalami deindustrialisasi. Pertumbuhan industri masih baik dan berada di level ekspansif," tutur Agus.
Menanti Peningkatan Cadangan Devisa
Di sisi lain, Agus juga membandingkan PMI Manufaktur Indonesia dengan beberapa negara lain. Dari data yang disampaikan, PMI Manufaktur Indonesia jauh lebih tinggi dari beberapa negara tersebut.
Misalnya saja China dengan level PMI 49,2. Kemudian Jepang dengan level 49,6. Bahkan Amerika Serikat juga jauh lebih rendah atau di level 49,0.
Komentar (0)
Login to comment on this news