Jalan Panjang Suku Bunga BI, Pilih Naik atau Turun?
FAKTA.COM, Jakarta - Bank Indonesia (BI) hari ini diketahui tengah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan besaran suku bunga acuan yang akan berlaku ke depan.
Dalam RDG terakhir September lalu, bank sentral memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75%. Pun demikian dengan suku bunga deposit facility yang tidak bergerak dari 5,00% dan suku bunga lending facility sebesar 6,50%.
Sebagai informasi, sejak awal tahun ini Bank Indonesia tidak pernah lagi melakukan penyesuaian terhadap BI rate dan memilih untuk tetap mempertahankan level yang ada hingga sekarang. Adapun, terakhir kali BI mengubah suku bunga acuan terjadi pada Januari 2023 saat menaikan 25 basis points (bps) dari 5,50% menjadi 5,75%.
Asal tahu saja, Bank Indonesia sebelumnya memberlakukan suku bunga terendah sepanjang sejarah dengan 3,50% mulai Februari 2021. Langkah strategis itu ditempuh sebagai respon atas dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh pendemo COVID-19.
Demi Inflasi, Sudah 9 Bulan BI7DRR Tertahan di 5,75 PersenSelain itu, interest rate yang rendah diharapkan mampu menopang konsumsi masyarakat dan mendorong penyaluran kredit sehingga bisa menggerakan roda perekonomian.
Situasi berubah pada Agustus 2022 tatkala Bank Indonesia menaikan BI rate 25 bps ke level 3,75%. Saat itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut tindakan yang ditempuh bank sentral bertujuan untuk mengendalikan ekspektasi inflasi yang terus meningkat.
“Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko peningkatan inflasi inti dan ekspektasi inflasi akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang semakin kuat,” kata Perry.
Benar saja, selang beberapa hari kemudian, tepatnya 3 September 2022, pemerintah memutuskan untuk menaikan harga BBM subsidi paling strategis, yakni Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter.
Pemerintah berdalil, kebijakan tidak populer itu terpaksa ditempuh sebagai upaya menjaga kesehatan APBN dari over budgeting subsidi. Sebagai ekses, inflasi September 2022 kemudiaan meroket jadi 5,95% dari 4,69% di bulan sebelumnya.
Cara Bank Jaga Yield SBN di Tengah Kenaikan Suku BungaAngka inflasi yang terbentuk itu jelas berada di luar target Bank Indonesia yang sebesar 3% plus minus 1%. Alhasil, BI memilih pendekatan agresif (hawkish) untuk membawa inflasi kembali turun ke sasaran.
Secara berturut-turut, bank sentral kemudian mengerek BI rate 50 bps di September 2022 menjadi 4,25%. Lalu Oktober 2022 naik 50 bps menjadi 4,75%, November 2022 naik 50 bps menjadi 5,25%, Desember 2022 naik 25 bps menjadi 5,50%. Serta Januari 2023 naik sebesar 25 bps menjadi 5,75% yang bertahan sampai hari ini.
‘Jamu kuat’ ini ternyata berperan efektif dalam mengerem laju inflasi. Hal itu tergambar pada Oktober 2022 yang melandai jadi 5,71%. Selanjutnya inflasi November 2022 5,42%, Desember 2022 sebesar 5,51%, Januari 2023 sebesar 5,28%. Februari 2023 sebesar 5,47%, Maret 2023 sebesar 4,97%.
Lalu, inflasi April 2023 sebesar 4,33%, Mei 2023 sebesar 4%, Juni 2023 sebesar 3,52%, Juli 2023 sebesar 3,08%, Agustus 2023 sebesar 3,27% dan September 2023 sebesar 2,28%.
Lebih lanjut, ekspektasi inflasi yang semakin terkendali sebesarnya membuka ruang lebar untuk menurunkan suku bunga acuan. Namun, BI memilih untuk mempertahankan BI rate 5,75% lantaran memperimbangkan aspek lain di luar inflasi, khususnya faktor eksternal.
“Kebijakan moneter tetap difokuskan untuk mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dari dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global,” tegas Perry beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, Bank Indonesia memilih untuk memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas ekonomi ketimbang hanya beracuan pada satu instrumen suku bunga.
Jadi, patut ditunggu hasil Rapat Dewan Gubernur edisi Oktober 2023 yang akan dipaparkan besok, Kamis, 19 Oktober 2023.
Komentar (0)
Login to comment on this news