Sri Mulyani Optimistis Defisit APBN Lebih Rendah dari 2,3 Persen

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers APBN Kita Oktober 2023. (Dokumen Kemenkeu Foto/Biro KLI-Firman Handoyo))
Place your ads here

FAKTA.COM, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati meyakini proyeksi defisit APBN 2023 akan terus mengecil dari asumsi awal. Menurut dia, dalam Undang-Undang APBN 2023 ditetapkan defisit anggaran sebesar Rp598,2 triliun atau setara dengan 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sementara dalam outlook di laporan sementara (lapsem), target itu dipertajam menjadi defisit sebesar Rp486,4 triliun atau 2,3% PDB.

“Sekarang, realisasi defisit APBN 2023 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan dengan outlook laporan sementara semester I 2023 yang sebesar 2,3%. Ini karena didukung oleh penerimaan negara yang lebih tinggi dengan tetap menjaga belanja negara,” ujarnya saat menggelar press conference di Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Menkeu menambahkan, prediksi ini tidak lepas dari kinerja APBN yang masih surplus sebesar Rp67,7 triliun pada September 2023. Bukuan positif itu turut mendorong penurunan pembiayaan utang yang baru sebesar Rp198,9 triliun dari pagu Rp696,3 triliun untuk di keseluruhan tahun.

Surplus APBN Semakin Tipis, Tersisa 0,32 Persen dari PDB

Meski demikian, dia mengungkapkan jika dinamika pasar Surat Berharga Negara (SBN) akan mengalami dinamika dengan pengaruh global. Oleh karena itu Menkeu bakal melakukan mitigasi dan antisipasi, termasuk bekerjasama dengan Bank Indonesia (BI) dalam penerbitan SBN ke depan.

“Pengadaan utang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan tahun 202 dan antisipasi tantangan tahun 2024,” tegas dia.

Menkeu mengingatkan, meski instrumen fiskal berada dalam tren yang positif dia tetap mendorong jajarannya untuk tetap meningkatkan kewaspadaan di tengah ketidakpastian global.

Defisit APBN Mengecil, Jokowi Siapkan 'Hadiah' untuk Rakyat

Disebutkan bahwa perekonomian global masih lemah akibat ketidakpastian situasi geopolitik, kenaikan inflasi dan suku bunga, pelemahan ekonomi China dan ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat, volatilitas harga komoditas, hingga perubahan iklim.

“Risiko dan ketidakpastian terutama dari global meningkat dan itu memberikan dampak rembesan atau spillover ke dalam negeri yang berpotensi bisa mempengaruhi mulai dari nilai tukar, kemudian inflasi, dan pertumbuhan ekonomi kita. Volatilitas atau gejolak dari pasar keuangan ini memiliki dampak di sektor riil,” tutup dia.

Bagikan:

Data

Komentar (0)

Login to comment on this news

Updates

Popular

Place your ads here
Data
Pointer
Interaktif
Program
Infografis
//