Mengenal Egek, Tradisi Suku Moi untuk Jaga Keseimbangan Biota Laut
FAKTA.COM, Jakarta – Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya, punya tradisi unik untuk menjaga keseimbangan biota laut. Tradisi ini bernama egek.
“Egek itu satu tradisi moyang kami yang masih diterapkan hingga saat ini,” kata Ketua Dewan Adat Malaumkarta Raya, Spenger Malasamuk, di Sorong, Papua Barat Daya, dikutip dari Antara, Rabu (12/6/2024).
Spenger mengatakan penerapan tradisi ini bertujuan agar laut tetap terjaga. Disebutkan bahwa suku tersebut hidup dari kekayaan laut.
Mengenal Suku Bajau, Suku yang Dijuluki sebagai `Pengembara Laut`Sekadar informasi, masyarakat adat Suku Moi merupakan salah satu suku Papua yang mendiami mayoritas wilayah Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Papua Barat Daya. Tradisi egek yang dilakukan oleh masyarakat adat adalah cara untuk mencegah pengambilan hasil laut secara berlebihan. Dengan begitu, alam memiliki waktu untuk memperbarui kondisi sebelum diambil kembali.
“Ini merupakan cara terbaik dari Suku Moi melestarikan ekosistem laut,” kata dia.
Sejatinya, egek ini diterapkan untuk konservasi hutan dan laut. Kalau di laut, penerapan egek di kawasan ini bersifat pemanfaatan terbatas. Masyarakat adat diberikan ruang dengan skala tertentu untuk mengambil hasil bumi seperti lobster, udang, teripang, dan biota laut sesuai dengan kebutuhan.
“Ini merupakan cara terbaik dari Suku Moi untuk melestarikan ekosistem laut,” kata Spenger.
Mengapa Air Laut Terasa Asin?Saat egek dibuka, masyarakat berlomba-lomba mengambil hasil laut. Biasanya tradisi ini berlangsung selama 2-3 bulan. Ketika Egek ditutup, masyarakat setempat berhenti mengambil hasil laut.
Masyarakat dilarang menangkap hasil laut dengan bom ikan karena bisa merusak biota laut. Mereka hanya diizinkan untuk menggunakan cara manual, seperti memancing dan menyelam.
Spenger mengatakan kawasan egek mencakup semua tanah adat di lima kampung Distrik Makbon, yaitu Malaumkarta, Suatolo, Suatut, Malagufuk, dan Mibi.
Komentar (0)
Login to comment on this news