POINTER: Pemilu Penuh Kejutan Bawa Situasi Politik Prancis Kian Memanas
FAKTA.COM, Jakarta - Situasi politik di Prancis kian memanas sejak para pemilih di Prancis telah memberikan kursi parlemen terbanyak kepada koalisi sayap kiri dalam pemilihan legislatif yang dipercepat.
Pemilu Prancis kali ini penuh dengan kejutan, mengingat upaya Presiden Emmanuel Macron mempercepat jadwal pemilu tiga tahun lebih awal. Ini sebagai upaya Macron untuk menghentikan gelombang sayap kanan National Rally. Namun, tidak satu pun dari koalisi yang hampir memegang kursi mayoritas, setidaknya 289 kursi dari 577 kursi.
Hasil pemilihan ini, meski telah menyingkirkan kelompok sayap kanan dari kekuasaan, namun telah menempatkan Prancis pada posisi yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan aliansi yang goyah dan tidak adanya blok politik yang dominan di parlemen. Meskipun perpecahan parlemen bukan hal yang aneh di Eropa, Prancis belum pernah mengalami hal serupa dalam sejarah modernnya.
Hasil mengejutkan ini terjadi setelah putaran pertama pemilihan, yang membawa partai RN berada di jalur untuk memenangkan kekuasaan untuk pertama kalinya dalam sejarah. Partai sayap kanan tersebut memenangkan 50 kursi lebih banyak dibandingkan tahun 2022 pada putaran pertama.
- Kelompok sentris dan kiri sama-sama berkampanye melawan kelompok sayap kanan. dengan ratusan kandidat mengundurkan diri sebelum voting.
- Tiga blok politik besar telah muncul. Dengan 180 kursi untuk koalisi kiri Front Populer Baru (NPF), 160 kursi untuk aliansi tengah pimpinan Macron, dan lebih dari 140 untuk partai sayap kanan National Rally (RN).
- Masyarakat Prancis turun ke jalan. Mereka berdemonstrasi di sejumlah kota untuk merayakan kemenangan mengejutkan aliansi sayap kiri.
Majelis Nasional adalah yang paling penting dari dua majelis parlemen Prancis. Mereka mempunyai keputusan akhir dalam proses pembuatan undang-undang di Senat, yang didominasi oleh kaum konservatif.
Perpecahan majelis rendah akan mengharuskan anggota parlemen untuk membangun konsensus antar partai untuk menyepakati posisi pemerintah dan agenda legislatif.
- Akibatnya, penunjukkan perdana menteri akan sulit dilakukan. Saat ini upaya yang bisa dilakukan oleh Macron adalah menolak pengunduran diri Perdana Menteri Gabriel Attal.
- Presiden Macron menolak mundur. Meski tidak berhasil menang dalam pemilu, Macron tetap akan mempertahankan jabatannya sebagai Presiden yang akan berlangsung hingga 2027.
Kendati begitu, berdasarkan Konstitusi Prancis, Presiden Macron masih memegang kekuasaan atas kebijakan luar negeri, urusan Eropa dan pertahanan serta bertanggung jawab untuk menegosiasikan dan meratifikasi perjanjian internasional.
Aliansi Kiri Menang, Sayap Kanan Prancis Tegaskan Kebijakan LN Tidak Berubah
Komentar (0)
Login to comment on this news